BOGOR – Ratusan sopir angkutan perkotaan (angkot) se-Kota Bogor menggelar aksi unjuk rasa di halaman Balai Kota Bogor, Kamis (23/10/2025).
Mereka menuntut Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk menunda penerapan kebijakan pembatasan usia kendaraan serta membatasi jumlah kendaraan daring (online) yang semakin menggerus trayek angkot tradisional.
Aksi ini diikuti oleh sopir yang tergabung dalam Badan Hukum Transportasi (BH) dan Kelompok Kerja Sub Unit (KKSU), dengan membawa berbagai spanduk dan poster berisi seruan keadilan bagi para pengemudi angkot.
Para sopir menilai, kebijakan pembatasan usia kendaraan yang direncanakan diberlakukan dalam waktu dekat tidak realistis di tengah kondisi ekonomi yang masih sulit. Sejak pandemi Covid-19, pendapatan mereka menurun drastis dan hingga kini belum sepenuhnya pulih.
“Kondisi ekonomi sopir saat ini masih jauh dari kata stabil. Kami baru beradaptasi setelah pandemi, dan butuh waktu panjang untuk pulih. Kalau pemerintah memaksa menerapkan batas usia kendaraan sekarang, sama saja mematikan sumber penghidupan kami,” ujar Koordinator Aksi, Nurdin Ahong, di sela-sela orasi, Kamis (23/10).
Nurdin juga menyoroti minimnya dukungan dari lembaga pembiayaan, seperti leasing maupun perbankan, untuk membantu para sopir memperbarui kendaraan mereka. Ia menyebut, tanpa adanya program subsidi atau keringanan dari pemerintah daerah, kebijakan tersebut akan sulit dijalankan.
“Kami bukan menolak perubahan, tapi menolak ketidakadilan. Pemerintah jangan hanya berpihak pada transportasi modern dan perusahaan besar. Sopir angkot juga manusia, juga warga Bogor yang berhak hidup layak,” tegas Nurdin dengan nada emosional.
Selain menunda kebijakan batas usia kendaraan, para sopir juga membawa sejumlah tuntutan utama, diantaranya menunda pemberlakuan batas usia kendaraan hingga tahun 2030.
Kemudian, menghidupkan kembali program peremajaan angkot dengan subsidi dari Pemkot Bogor.
Selain itu, membuka jalur baru uji coba angkot di wilayah Ciawi–Parung Banteng–R3–Warung Jambu–Ciparigi dan menerapkan sistem shift bagi AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi) yang masuk ke wilayah Kota Bogor.
Tak hanya itu, para demonstran juga mendesak pemerintah melakukan percepatan terhadap pembangunan terminal perbatasan di kawasan Ciawi dan Ciluar. Terakhir, dengan membatasi dan mengontrol jumlah kendaraan online yang dinilai semakin memakan trayek angkot rakyat.
Lebih lanjut, para pengemudi menegaskan bahwa mereka tidak menolak program pemerintah yang bertujuan memperbaiki sistem transportasi di Kota Bogor. Namun, mereka berharap agar kebijakan tersebut diterapkan secara bertahap dan manusiawi, tanpa menyingkirkan nasib ribuan sopir yang menggantungkan hidup dari roda angkot.
“Kami siap mendukung program konversi atau peremajaan kendaraan, tapi harus ada solusi dan waktu yang masuk akal. Jangan biarkan sopir angkot menjadi korban kebijakan yang tergesa-gesa,” pungkas Nurdin Ahong.
Aksi sempat diwarnai kericuhan antara demonstran dengan petugas Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bogor yang diduga akibat provokasi antar massa aksi.
“Kami datang dengan damai untuk menyampaikan aspirasi, tapi ternyata tidak ada satu pun pejabat yang mau menemui kami. Kami hanya ingin didengar, bukan diabaikan,” keluh salah satu peserta aksi.
Sebagai bentuk kekecewaan, masa aksi sempat dua kali mencoba memblokade akses jalur utama Ir.H Djuanda depan Balai Kota, namun akhirnya masa aksi bisa berjalan tertib dengan pengawalan dari aparat kepolisian dan TNI serta Satpol PP Kota Bogor.
Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat pada Setda Kota Bogor, Eko Prabowo akhirnya menemui massa aksi. Setelah mediasi, kedua belah pihak sepakat sejumlah angkot yang ditahan karena dinilai tidak layak untuk dikeluarkan kembali.
