Sejatinya pembangunan fasilitas umum untuk kebaikkan bersama. Seperti halnya pembangunan jembatan Otto Iskandardinata (Otista) tujuanya untuk memecahkan masalah kemacetan di Kota Bogor di masa mendatang.
Pembangunan jembatan Otista sudah berlangsung hampir tiga pekan. Pemkot Bogor pun melakukan penutupan jalan Otista dan memberlakukan rekayasa lalu lintas. Dampaknya, warga Kota Bogor yang melintasi jalan protokol pasti mengalami ketidaknyamanan terjebak dalam kepadatan lalu lintas. Beberapa warga kesal dan mengeluh dengan kepadatan lalu lintas ini, namun mayoritas warga Kota Bogor mendukungan proses pelebaran Jembatan Otista yang rencananya memakan waktu delapan bulan kedepan atau hingga akhir 2023.
Seperti pernyataan warga RW.01, Kebon Kelapa, Kelurahan Babakan Pasar, Zubaedi.
Dia mengungkapkan Jembatan Otista tidak hanya untuk warga Kota Bogor saja, tetapi warga luar Kota Bogor turut menggunakannya. Bahkan, menjadi jalur bagi Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo ketika pulang dan menerima tamu negara di Istana Bogor.
“Presiden RI pun lewat jalan ini. Makanya kita sebagai warga wajar jika sedikit banyak ikut berkorban untuk menyelesaikan revitalisasi jembatan ini, tidak jad imasalah. Lagian hanya sampai akhir tahun, sekitar delapan bulan saja. Memang dalam prosesnya aktivitas warga terdampak, khususnya ketika mau ke pasar yang harus berjalan lewat jalur lain. Ke Kampung Pulo Geulis tidak terlalu signifikan,” kata Zubaedi saat ditemui di Jembatan Otista, Selasa (2/5/2023).
Sebagai warga, dirinya berterima kasih dengan adanya pembangunan jembatan Otista. Semestinya revitalisasi dilaksanakan tahun kemarin atau tahun-tahun sebelumnya. Ke depan dirinya berharap ketika prosesnya rampung kemacetan yang terjadi dapat direduksi sehingga tidak menjadi separah yang terjadi beberapa tahun kebelakang, khususnya di akhir pekan.
Selanjutnya, Bagus (37), warga RT.01 RW. 08, Lebak Pasar yang mendukung revitalisasi Jembatan Otista sehingga ke depan jembatannya menjadi lebih lebar dibanding kondisi yang ada saat ini sehingga arus lalu lintas akan menjadi lebih lancar.
“Harapan saya Bogor menjadi lebih lancar, sebelumnya macet banget apalagi dulu kan sempat dua arah. Sebagai warga, mendukung dengan adanya perubahan ini, dampak adanya ketidaknyamanan mah wajar, namanya juga pembangunan,” ujarnya.
Rendra Siahaan, warga Jalan Sanggabuana, Babakan, Kecamatan Bogor Tengah mengaku rutin menggunakan pedestrian seputaran SSA untuk berolahraga bersama keluarganya.
“Kalau menurut saya pastinya repot juga, tapi memangmau tidak mau, bottleneck ini mesti dibongkar dan direvitalisasi, sebagai warga pasti mendukung,” katanya.
Banyaknya kendaraan yang menggunakan Jalan Otista menjadi poin yang harus diperhatikan, sehingga revitalisasi Jembatan Otista semestinya diimbangi dengan perbaikan di titik-titik lain sepanjang Jalan Otista sehingga terintegrasi.
Sementara itu, pengamat Tata Kota, Yayat Supriyatna menuturkan, seiring waktu volume kendaraan yang melintasi Jalan Otista akan semakin bertambah. Sementara jika jalan dan jembatan Otista tidak diperlebar atau direvitalisasi, maka pada tahun 2025 Kota Bogor berpotensi mengalami stuck dalam konteks di jalur Sistem Satu Arah (SSA).
“Hal ini karena penyempitan dan kapasitas jalan sudah tidak mendukung, khususnya penyempitan di Jembatan Otista, volume kendaraan semakin bertambah sehingga faktor kemacetan akan semakin meningkat di Jalan Otista. Jika tidak dari sekarang maka kita akan punya delikasi besar,” jelasnya.