BOGOR -;Wali Kota Bogor, Bima Arya hadir secara daring dalam Forum Dialog Produktif ‘PPKM Darurat Melindungi Keluarga’ yang diselenggarakan Media Centre KPC-PEN, Rabu (7/7/2021), bersama Dewan Pakar IAKMI, Hermawan Saputra dan Staf Ahli Menteri Bidang Hukum dan Kesbang, Eko Prasetyanto Purnomo.
Menurut Bima Arya, hari ini yang paling penting itu adalah sense of urgency yang sama, baik warga maupun di tingkat aparatur. Disamping itu, untuk memastikan sistem berjalan, harus ada langkah-langkah strategis dari pimpinan.
Selain itu, harus ada terobosan dan tidak lagi berdasarkan tupoksi, semua harus diaktivasi, salah satunya seperti di Kota Bogor. Bima Arya memerintahkan seluruh kepala dinas turun bertugas ke wilayah.
Sense of urgency juga kata Bima Arya harus ada di masyarakat, khususnya bagi warga yang mampu dan berkecukupan untuk bersama-sama membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan.
“Jadi sense of urgency diperlukan ketika kita minta agar semua aturan ditaati. Bersama unsur pimpinan Forkopimda melakukan patroli keliling Kota Bogor atau sidak sambil melakukan tipiring bagi warga yang melanggar protokol kesehatan. Tindakan juga dilakukan terhadap kantor-kantor yang tetap buka di luar ketentuan dari pemerintah pusat,” kata Bima Arya.
Namun demikian, ketika di lapangan lanjut Bima Arya, penindakan yang dilakukan harus lebih bijak, mana yang harus ditindak tegas, mana yang perlu diawasi dan diedukasi. Hal ini didasari tingkat kedaruratan setiap orang itu berbeda.
Berdasarkan data dari Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, dalam beberapa hari penerapan PPKM Darurat penurunan mobilitas warga belum sampai 50 persen atau 30 persen dan masih sekitar 21 persen.
Saat ini, bagi pendatang yang masuk Kota Bogor dan didapati tidak memiliki tujuan, tegas Bima Arya akan langsung diminta putar balik.
“Bagi pegawai yang bekerja bukan di sektor esensial atau kritikal dan tidak bisa membuktikan tujuannya secara jelas, akan diminta putar balik. Sebelumnya masih agak longgar, penyekatan hanya malam hari tapi sekarang penyekatan dilakukan 24 jam di banyak titik,” jelas Bima Arya.
Belum maksimalnya penerapan PPKM Darurat, sebut Bima Arya jika di cek di lapangan penyebabnya adalah karena masih banyak yang belum paham mana yang esensial dan non esensial.
“Jadi warga masih bingung. Satu dan dua hari pertama kami persamakan dulu mana yang esensial, non esensial dan kritikal untuk kemudian disosialisasikan kepada warga,” katanya.
Pelanggaran yang terjadi di awal penerapan PPKM Darurat jelas Bima Arya, tidak semua konteksnya itu nakal atau melawan, namun lebih kepada kebingungan maksud dari esensial dan kritikal karena waktu sosialisasi yang terbatas.
Untuk memastikan dan memaksimalkan sosialisasi, Bima Arya menegaskan Kota Bogor memanfaatkan semua kanal sosialisasi yang dimiliki untuk menjelaskan definisi esensial, non esensial dan kritikal.
Selain itu, mulai Rabu (7/7) pagi, dilakukan penyekatan yang tujuannya untuk memastikan betul-betul membatasi arus masuk ke Kota Bogor.
“Pengetatan yang diterapkan lebih dari sebelumnya, karena kalau pengurangan mobilitasnya masih dibawah 30 persen, maka kita akan memerlukan yang lebih panjang lagi untuk melawan varian-varian virus Covid-19 yang ada,” kata Bima Arya.
Hal senada dikatakan Dewan Pakar IAKMI, Hermawan Saputra terkait sosialisasi kebijakan PPKM Darurat yang dinilai kurang dari sisi waktu belum menyentuh ke akar penegak hukum, akar masyarakat dan juga masih multitafsir.
Staf Ahli Menteri Bidang Hukum dan Kesbang, Eko Prasetyanto Purnomo menambahkan, pemahaman dari tingkat akar rumput perlu dilakukan.
Menurutnya, akses informasi yang diterima setiap individu itu berbeda-beda, sehingga diperlukan berbagai macam cara dan berbagai macam metode perlu dilakukan.
“Koordinasi, komunikasi dan konsolidasi dibutuhkan dan terus dikuatkan serta ditegakkan di lingkungan aparatur, agar masyarakat di lingkungan mikro bisa memiliki kepercayaan diri dan komitmen untuk membatasi diri dan tidak keluar di keramaian dan kerumunan lingkungan,” tegasnya.