Kali ini, ia memperjuangan aspirasi para pedagang (pelaku UKM) Pasar Padasuka (Gang Aut) atau lebih dikenal Pasar Cun Pok yang merasa keberatan lantaran iuran penyesuaian tarif yang dibebankan terlalu tinggi, terlebih ditengah masa pandemi beberapa bulan terakhir.
Politikus PDI Perjuangan itu menyatakan, keberatan para pelaku UKM itu sangat masuk akal. Sebab, berdasarkan pengakuan mereka, transaksi di pasar Cun Pok hanya ramai di jam terbatas, yakni dari pagi sampai jam 12.00 WIB.
“Selanjutnya pasar itu sepi dari pembeli,” ujar Atty.
Atty melanjutkan, pasar Cun Pok juga sudah tua dan kumuh, sehingga jauh dari kata layak.
“Kiosnya banyak yang hancur, bocor, dan dipenuhi bau tak sedap,” cetus dia.
Infrastuktur pun kacau dan sering terjadi banjir, sehingga tidak aman bagi pelaku UKM.
“Ada kios yang sering di bobol maling, tapi tidak ada yang bertanggung jawab, padahal kewajiban untuk bayar keamanan rutin dibayar tapi tidak pernah diberikan tanda bukti yang sah dari Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya (PDPPJ),” ujar Atty.
Atty menegaskan, seharusnya penyesuaian tarif bisa diberlakukan dengan melihat situasi dan kondisi ketika pasar sudah benar-benar layak dan terjaga keamanannya.
Saat ini, lanjut Atty, hak dan kewajiban pelaku UKM tidak setara alias berat sebelah. Sebab ada praktek-praktek yang tidak lazim.
“Saya sebagai wakil rakyat, memberi saran pada pelaku UKM pasar Cun Pok agar jangan membayar jika tidak ada bukti pembayaran yang sah dari PD PPJ!” tegas Atty.
Atty pun mengingatkan siapapun untuk tidak menzalimi, menyentuh, apalagi mengintimidasi para pelaku UMKM di Pasar Cun Pok.
“Jangan lakukan itu, selama saya berdiri tegak sebagai Wakil Rakyat yang lahir dari Dapil kecamatan Bogor Tengah!” tegas Atty.
Sementara, Ketua Paguyuban Pasar Padasuka, Hendrik Sukamta menjelaskan sedikitnya ada 40 nasib pedagang yang terkatung-katung.
“Penyesuaian tarif yang katanya harus diberlakukan sejak 2017, sekarang itu sifatnya terhutang, kita harus bayar. Jangankan untuk bayar penyesuaian tarif, tarif yang lama pun di masa sekarang ini agak susah,” beber Hendrik, kepada Barayanews.co.id.
Ia juga menambahkan sepinya pengunjung membuat kami terbebani dengan tagihan tersebut. Menurutnya ada beberapa pelaku UKM yang sudah tidak berjualan sejak seminggu terakhir.
“Tarif naik, pengunjungnya juga sepi, melorot nyaris 80 persen, jadi pembeli ke pasar bisa dihitung tangan. Bahkan udah ada yang tidak jualan sejak ada tagihan yang naik itu,” jelasnya.