BOGOR – Ketua Koperasi KSU Karya Mandiri, Atty Somaddikarya kembali melontarkan kritikan pedasnya. Kini Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai tak paham soal koperasi.
Hal itu diungkapkan Atty lantaran dianggapnya BUMN telah menggerus budaya gotong royong dengan memberikan arti yang salah bagi ekonomi kerakyatan.
“Menteri BUMN tidak paham Koperasi! Dengan dalih pinjaman modal usaha, Kementerian BUMN mematok bunga 25% melalui salah satu program milik BUMN yakni PNM Mandiri yang merupakan program milik Negara, dimana sumber nya dari pajak rakyat dan keringat rakyat,” ujar Atty.
Anggota DPRD Kota Bogor dari PDI Perjuangan itu menyampaikan, program BUMN memiliki aplikasi yang sama artinya bahwa uang rakyat kembali kepada rakyat namun dalam bentuk pinjaman dengan bunga 25%.
Menurutnya dengan bunga 25%, itu terlalu memberatkan kreditur yang notabene adalah masyarakat dengan penghasilan rendah, terlebih di masa pandemi.
Politisi PDI Perjuangan itu juga menyampaikan, di kalangan masyarakat, PNM (PT. Permodalan Nasional Madani, Persero) itu lebih dikenal sebagai Bank Emok.
Dari fakta tersebut, Atty mempertanyakan peran BUMN bagi masyarakat.
“Sudah benarkah BUMN hadir dan ada untuk masyarakat dan tahu yang dibutuhkan masyarakat? Jika benar tujuannya membantu rakyat dalam modal usaha, berikanlah dengan kemudahan pinjaman modal usaha pada pinjaman KUR, di mana bunganya hanya 7% per tahun,” kata Atty.
Pinjaman dengan dalih modal usaha itu, lanjut dia, pada praktiknya disalurkan kepada masyarakat yang mayoritas bukan pelaku usaha.
“Bentuknya pinjaman untuk tambahan modal usaha, faktanya di lapangan, penerimanya kebanyakan bukan pelaku usaha,” kata dia, menegaskan.
Dan yang memperburuk keadaan, program tersebut hanya dimanfaatkan untuk mendapatkan bantuan pemerintah. “Masyarakat dipaksakan menjadi anggota dan sebagai kreditur, bila ingin mendapat bantuan BLT BPUM dari Kementerian Koperasi,” jelas dia.
Ia menambahkan peran koperasi sebagai Soko Guru ekonomi kerakyatan dan tiang penopang ekonomi bangsa kini terkesan mati suri dan jauh dari perhatian pemerintah.
“Sementara koperasi sebagai soko guru ekonomi kerakyatan banyak yang mati suri tanpa diperhatikan keberadaannya,” ujar Atty
Atty melanjutkan, sebagai lembaga keuangan mikro bagi masyarakat, seharusnya koperasi yang bersifat umum dan sehat, serta berperan membantu pemerintah memperoleh bantuan pemerintah. “Jadi bukan hanya lembaga keuangan milik BUMN yang diperhatikan,” tambahnya.
Ia berharap, bantuan pemerintah berupa penambahan modal pada penyalurannya tepat sasaran, jadi tidak menimbulkan konflik di masyarakat, yang akhirnya juga berdampak pada peran koperasi yang tergerus trend negatif dengan bertransformasi menjadi bank emok.
“Seharusnya bantuan ini berlaku untuk lapisan masyarakat yang saat ini membutuhkan bantuan untuk memulihkan ekonomi. Jangan menimbulkan kecemburuan dengan memberi akses dan fasilitas sakti tanpa berpikir akan ada ribuan Koperasi seluruh Indonesia rontok dan berubah wajah menjadi Bank Emok!” pungkas Atty.