Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) bersama Asosiasi Museum Indonesia Jawa Barat (Amida Jabar) dan Komunitas Historia Indonesia (KHI) menggelar Webinar bertajuk ‘Museum Sebagai Jatidiri dan Identitas Kota’ secara virtual, Selasa (26/4/2022). Webinar yang dibuka Ketua Presidium JKPI, Bima Arya ini sebagai salah satu langkah mengajak daerah mendirikan museum.
“Salah satu masalah bangsa ini adalah kemampuan dan kemauan menempatkan sejarah secara proporsional,” ujar Bima Arya.
Bima Arya mengatakan, bangsa ini masih cenderung menetapkan sejarah sebagai perspektif masa lalu tanpa memahami bahwa perspektif sejarah memiliki nilai strategis untuk perencanaan nilai masa depan. Itulah sebabnya komitmen penganggaran relatif kecil, dibanding sektor-sektor lain yang dirasa mampu untuk memberikan manfaat yang kekinian. Seperti infrastruktur, keuangan, biaya pendidikan dan lain-lain.
“Tidak ada ruang gerak yang cukup bagi kepala daerah untuk memberikan komitmen yang besar bagi upaya melestarikan sejarah karena keterbatasan fiskal. Kita dibenturkan dengan realita pemahaman atas seberapa urgen untuk kita memiliki tempat mengapresiasi sejarah, salah satunya museum,” imbuhnya.
Dia bercerita sewaktu menjalani pendidikan di Australia menikmati bagaimana museum menjadi pusat peradaban, pusat rekreasi dan bagaimana membaca kecenderungan masa depan. Museum menjadi tempat favorit anak-anak karena konsepnya yang sangat scientific dan disajikan dengan cara menarik.
Sementara di Indonesia anak-anak terpaksa datang ke museum dan di museum tidak tampak menikmati, karena cara museum menyajikan fakta sejarah berhenti di masa lalu, tidak ada dimensi masa depan.
“Saya membayangkan dan menginisiasi untuk mendirikan museum kota yang menarik, yang futuristik, yang kekinian, tidak saja untuk menjadi tempat mengoleksi barang-barang kuno atau antik, tetapi bisa menarik generasi muda dan itu akan luar biasa,” katanya.
Saat ini di Kota Bogor sedang mempersiapkan museum Pajajaran. Desainnya dan tempatnya sudah ada. Namun diakuinya, untuk menentukan tempat ini tidak mudah, karena harus menentukan kajian dan riset dimana lokasi yang paling representatif sebagai museum Pajajaran yang mempertimbangan faktor historis.
“Kita akan bangun tahun depan museum Pajajaran ini dan tentunya kita akan melibatkan banyak pihak tidak saja sejarawan, budayawan tetapi juga para ilmuwan dan juga para komunitas kreatif sehingga ini bisa menarik dan bisa mendanai sendiri, bisa mandiri dan bisa berkelanjutan,” katanya.