BOGOR – Kisruh PPDB kembali terulang di Kota Bogor. Hak pendidikan bagi warga sekitar sekolah, kembali terampas oleh para pemilik kepentingan.
Seperti yang terjadi di SMA N 3 Kota Bogor. Banyak warga sekitar lokasi sekolah tersebut malah gigit jari, usai ditolak masuk melalui jalur zonasi.
Namun diketahui, banyak pelajar yang berasal dari luar wilayah Kecamatan Baranangsiang bahkan dari kawasan Sentul, diterima lantaran menyiasati KK ke jarak 200 meter dari sekolah.
Tagline Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang transparan yang dielu-elukan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, rupanya hanya isapan jempol belaka. Siasat busuk PPDB yang kerap merenggut hak orang lain, kini malah dilegalkan.
Kamis (20/06/2024) pagi, sejumlah orangtua murid yang ditolak, mendatangi SMA N 3 Kota Bogor. Mereka mempertanyakan penolakan pihak sekolah, padahal mereka merupakan warga asli di sekitar sekolah tersebut.
Seorang orang tua pelajar bahkan menggelar aksi mengukur jarak ke sekolah secara manual dengan meteran kayu.
Aksi Billy Adyaksa (42) salah satu orang tua siswa yang anaknya ditolak masuk lewat jalur zonasi di SMAN 3 Kota Bogor ini, cukup menarik perhatian warga.
Betapa tidak, dirinya melakukan aksi Depa, yaitu metode pengukuran ala tradisional untuk mengukur panjang jalan.
Billy mengaku penasaran mengapa anaknya tidak diterima di sekolah tersebut, padahal kediamannya hanya berjarak sekitar 900 meter dari lingkungan sekolah.
Jika dicermati, lingkungan sekolah tersebut juga berada di kawasan perdagangan sehingga praktis warga sekitar akan berjarak sekitar 500 meteran dari sekolah.
Billy menduga terjadi permainan oleh panitia PPDB karena siswa dari luar kota Bogor justru diterima lewat jalur zonasi.
“Saya tidak masalah anak saya tidak diterima. Tetapi saya ingin memastikan apakah kita yang masih tetangga sekolah ini anaknya bisa masuk lewat jalur zonasi. Ternyata tidak, kita kalah dengan siswa dari luar kota,” ungkap Billy.
Rasa penasaran juga dialami Ny Herma (40). Bahkan warga Kelurahan Baranang siang ini memiliki jarak lebih dekat yaitu hanya 700 meter dari sekolah. Herma penasaran karena anaknya yang hanya bisa mendaftar di SMAN 3 juga ditolak.
“Saya harus kemana lagi, ini kesempatan anak saya cuma disini,” keluhnya.
Sementara itu, Selamet (50) warga Kampung Ciheuleut juga mempertanyakan sistem PPDB di sekolah tersebut.
Pasalnya jarak antara sekolah ke rumahnya hanya sekitar 600 meter namun dirinya juga ditolak.
Selamet mensinyalir terjadi permainan oleh panitia sehingga siswa luar daerah bisa masuk melalui jalur zonasi dengan modus menumpang KK.
“Ya terjadi kecurangan lah, ada dua teman anak saya dari luar bisa masuk kesini (sman 3) pakai menumpang kk,” keluh Slamet.
Wakil Kepala SMAN 3 Kota Bogor Dedi Des Nurmahdi mengakui proses PPDB di sekolahnya diwarnai banyaknya orang tua yang mendaftarkan anaknya dengan cara menumpang KK warga terdekat.
Namun anehnya, Dedi malah mengatakan jika hal tersebut dinilai sudah sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Kemendikbud.
Ditemui wartawan usai menerima pengaduan orang tua, Dedi berdalih seluruh tahapan proses PPDB di sekolahnya berlangsung normal sesuai aturan yang berlaku.
Termasuk jalur zonasi yang kini tengah diributkan kalangan orang tua. “Bukan kita yang menyaring, tetapi sistem. Kami hanya memasukan ke dalam sistem, sesuai tidak dengan sistem,” ungkap Dedi.
Dedi juga mengakui adanya gelombang protes tersebut, namun dirinya bersikuhuh tidak melakukan penyaringan karena seluruh proses dilakukan dengan sistem.
Siswa yang bisa diterima, aku Dedi, yakni paling jauh 722, sementara jarak diluar tersebut tidak diterima.
Banyaknya warga luar yang bisa menembus sekolah favorit tersebut karena mereka menumpang KK di warga terdekat. “Menumpang kk boleh, asal syaratnya sudah satu tahun,” lanjut Dedi.
Dedi juga siap diadukan ke kepolisian jika dianggap menyalahi aturan. Ia bahkan menantang para orangtua yang tidak puas untuk melapor ke berbagai pihak.