Diskusi ‘Anti Korupsi dan HAM’ menjadi salah satu diskusi tematik yang digelar dalam rangka puncak Pekan HAM Kota Bogor Tahun 2022 di Halaman Gedung Bakorwil, Sabtu (10/12/2022).
Dalam diskusi ini dibahas korelasi antara pemberantasan korupsi dengan implementasi HAM dalam mewujudkan sila ke-5 Pancasila, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Menurut Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, pemberantasan korupsi itu bukan hanya urusan hukum atau urusan HAM semata, tetapi juga urusan membangun karakter manusia.
“Membangun karakter menjadi bagian dari upaya memberantas korupsi dan itu bisa dimulai dari hal yang kecil, diantaranya jangan membuang sampah sembarangan, peduli lingkungan, kasih sayang sesama makhluk hidup. Itu landasan HAM yang akan menjadikan bangsa kita sebagai bangsa yang besar, bangsa anti korupsi dan bisa menjadi bangsa yang civilization. Jika sudah civilization, HAM-nya hebat,” kata Dedie.
Dalam acara tersebut, para peserta menyampaikan pendapatnya terkait hukuman atau tindakan tegas bagi para pelaku korupsi berupa hukuman mati dan pemiskinan.
Adnan Topan Hudoyo dari Indonesia Corruption Watch (ICW) sebelum menjawab menanyakan kembali kepada para peserta. Setuju atau tidak setuju hukuman mati diterapkan untuk pelaku korupsi.
“Kaitan antara korupsi dan pelanggaran HAM bisa dilihat dari gagalnya sebuah negara dalam mencapai tujuannya. Salah satunya gagalnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia jika dilihat dari Pancasila,” ujarnya.
Korupsi juga kata dia, bisa mengkudeta dan menyebabkan persoalan-persoalan baru, seperti kemiskinan, pelayanan publik menjadi rusak, kualitas hasil pembangunan menjadi buruk dan ruang untuk masyarakat menjadi sempit.
“Hukuman mati bisa membereskan korupsi mungkin melihat dari China yang rapot pemberantasan korupsinya enggak bagus. Contoh negara yang raport pemberantasan korupsinya bagus adalah Finlandia, Swedia, Norwegia, Denmark, New Zealand dan negara ini anti hukuman mati. Reformasi atau merubah kebudayaan menjadi faktor dan hal kedua adalah penghormatan HAM,” sebut Topan.
Sedangkan terkait pendekatan hukum dengan memiskinkan aset pelaku korupsi, Topan menyebutkan, di Indonesia aset yang bisa diambil alih negara dalam rangka proses penegakkan hukum dalam setiap tahun hanya kira-kira 4 sampai 6 persen dari total kerugian negara yang lahir dari korupsi atau tergolong sangat rendah.
Penyebabnya adalah aturan main soal kewenangan untuk merampas aset secara lebih mudah. Maka dari itu pihaknya tengah mendorong Undang-Undang Perampasan Aset.
“Berdasarkan Undang-Undang Anti Pencucian Uang, jumlahnya berdasar catatan kita hanya belasan dari ribuan tersangka kasus korupsi. Memberantas korupsi hal yang mudah dan akan menjadi lebih sulit jika dari diri pribadi tidak aktif terlibat,” ujarnya.
Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah menyampaikan apresiasi Pekan HAM dengan melibatkan masyarakat, generasi muda dan pihak-pihak lain di ruang terbuka atau ruang publik serta menggabungkan dengan isu korupsi.
“Jelas korelasinya kenapa pemberantasan korupsi penting dilakukan adalah untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan negara agar HAM seluruh warga negara dijamin oleh negara,” kata Anis.
Di akhir, Anis mengingatkan tahun 2024 akan ada hajat politik. Untuk itu dirinya mengajak semua agar menggunakan kesempatan tersebut dalam menyalurkan suara atau aspirasi secara baik dan berkualitas dengan tidak memilih yang memiliki rekam jejak korupsi, pelanggar HAM dan pelaku tindak kekerasan seksual.
“Jadi sebenarnya kita yang menentukan masa depan bangsa, kita yang menentukan kepercayaan, kendalinya ada di kita. Harus dimanfaatkan sebaik mungkin bagaimana berpartisipasi mewujudkan demokrasi yang berkeadilan yang outputnya kembali ke kita. Pemilu tidak ada apa-apa nya jika tidak ada pemilih-pemilih yang cerdas,” katanya.