Keluhan tarif dianggap mahal, Atty Somaddikarya perjuangkan nasib pedagang
BOGOR – Anggota DPRD Kota Bogor Atty Somaddikarya berencana bertandang ke pasar Sukasari, hal itu bukan tanpa alasan. Ia ingin memastikan bahwa para pelaku usaha dalam kondisi yang aman dan nyaman.
“Saya ingin melihat langsung kondisi para pedagang di Pasar Sukasari. Saya harus mendapatkan informasi dari kedua belah pihak, baik dari pedagang maupun dari pengelola pasar. Sebab ada keluhan dari pedagang yang masuk ke saya,” kata Atty.
Sebelumnya, sejumlah pedagang keberatan lantaran baru saja menempati penampungan, namun sudah diminta booking fee dan uang DP sebesar 25 persen dalam waktu 3 bulan.
Selain itu, diungkapkan Atty, keluhan pedangang lainnya adalah harga kios yang mahal. Ia menambahkan, keluhan juga mencuat terkait bunga yang dipakai bukan bunga KUR (Kredit Usaha Rakyat) tapi bunga yang lebih tinggi dari bank lainnya.
“Contohnya Rp246 juta cicilan mencapai 4.004.000 (KUR Bank BJB) bunga hampir Rp 1 juta per bulan. Sedangkan Bank BCA dengan bunga 6% fix 2 tahun dan 8% cap 3 tahun hanya 3.625.000. Ditambah biaya notaris dll yang mencapai Rp5 juta,” ujar Atty.
Karena itu, para pedagang meminta Atty agar memperjuangkan nasib mereka.
“Saya harus persamakan persepsi dulu sambil menanyakan apa tujuan pasar Sukasari direvitalisasi. Untuk memanusiakan pelaku usahanya atau sebaliknya?” katanya, menegaskan.
Menurutnya, membangun di atas tanah milik pemerintah kota maka mau tidak mau harus berpihak pada usaha yang sudah ada (existing). Karena itu, para pedagang harus diberi harga kios yang murah.
“Para pedagang tersebut harus diberi ruang agar memiliki kios dengan harga murah dan di lokasi yang strategis. Mereka merupakan aset bagi Pemkot yang sudah berusaha puluhan tahun,” ucapnya.
Politisi yang akrab disapa Ceu Atty itu juga mempertanyakan pemenang tender pembangunan pasar Sukasari. “Kenapa investor yang sama yang dapat lelang revitalisasi Pasar Sukasari sama dengan (pemenang lelang) revitalisasi Blok F di Pasar Kebon Kembang? Urusan blok F aja belum beres terjual karena harga terlalu tinggi,” ujarnya.
Dia mengatakan, Pemerintah Kota Bogor membuka ruang bagi investor dengan catatan mereka bisa bekerja dan berpihak pada pelaku usaha.
“(Pemerintah Kota Bogor) merevitalisasi Pasar tradisional lebih layak dengan mengutamakan pelaku usaha lama. Dimana mereka sudah memberi kontribusi bagi jalannya roda ekonomi di Kota Bogor. Karena itu mereka jangan dijadikan korban atas revitalisasi dengan harga kios menjadi mahal dengan harga suka-suka. Itu sangat kejam dan hanya memikirkan sisi komersil tanpa memikirkan dampaknya,” katanya.
Sementara, Perumda Pasar Pakuan Jaya (PPJ) beserta CV Purnabri selaku pengembang Pasar Sukasari merespon cepat keluhan pedagang terkait besaran biaya pemesanan (booking) dan uang muka untuk kios/los yang bakal mereka tempati.
Direktur Umum Perumda PPJ Jenal Abidin menjelaskan, pihaknya telah mengkaji tarif dasar kios/los untuk pedagang eksisting. Tentunya, tarif dasar tersebut juga telah disesuaikan dengan harga material, jasa, pajak dan sebagainya, mengacu harga pasaran tahun 2022 dan telah di SK-kan pihak direksi.
“Sebenarnya harga bahan bangunan sudah naik beberapa kali semenjak tahun lalu (2022), tapi kami masih menggunakan harga tahun 2022,” jelasnya.