BOGOR – Aksi unjuk rasa puluhan mahasiswa di depan Gedung DPRD Kota Bogor, Kamis (28/8/2025), berakhir ricuh. Massa sempat memaksa masuk dengan merobohkan pagar gedung, namun upaya tersebut dihalau aparat kepolisian yang berjaga. Setelah terjadi saling dorong, massa akhirnya membubarkan diri.
Anggota Komisi I DPRD Kota Bogor, Banu Lesamana Bagaskara, menegaskan DPRD pada prinsipnya terbuka untuk menerima aspirasi melalui dialog. Namun, ia mengingatkan bahwa dialog tidak dapat dilakukan dengan cara memaksakan kehendak.
“DPRD siap berdialog karena demokrasi intinya dialog. Tapi tidak boleh ada pihak yang memaksakan. Kami sudah menawarkan beberapa opsi, namun ditolak karena mahasiswa ingin semua tuntutannya dipenuhi,” ujar Banu.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Bogor, Edi Kholki Zaelani, menyesalkan terjadinya perusakan pagar dalam aksi tersebut. Ia menilai unjuk rasa seharusnya dilakukan secara tertib.
“Demo harus mengedepankan dialog, bukan perusakan. Kami sudah memberikan beberapa opsi, mulai dari 5, 10, hingga 15 orang perwakilan mahasiswa yang bisa masuk. Namun, massa tetap menolak,” kata Edi.
Perwakilan mahasiswa, Dezzan Aditya Pratama, menjelaskan ada empat isu utama yang menjadi tuntutan, yakni penolakan pasal bermasalah dalam RUU KUHP, penolakan pasal bermasalah dalam RUU Penyiaran, persoalan lingkungan di Rumpin, dan penolakan kenaikan tunjangan DPR RI.
“Prioritas utama kami soal tunjangan DPR RI yang naik secara fantastis, sementara rakyat semakin terhimpit,” tegas Dezzan.
Terkait hal tersebut, DPRD Kota Bogor menegaskan bahwa urusan tunjangan anggota DPR RI berada di tingkat pusat. Namun, aspirasi mahasiswa tetap akan diteruskan sesuai mekanisme yang berlaku.