Jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor mengikuti sosialisasi Indeks Kualitas Kebijakan yang menghadirkan narasumber dari Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP2D), Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Sosialisasi digelar di Paseban Sri Bima, Balai Kota Bogor, yang secara resmi dibuka Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim didampingi Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Agnes Andriani Kartika Sari, Rabu (5/7/2023).
Sosialisasi dibuka dengan laporan Sekretaris Bappeda Kota Bogor, Agnes Andriani Kartika Sari yang menyampaikan kebijakan-kebijakan yang sudah dirumuskan baik di daerah maupun di level pusat, dirasa banyak yang tumpah tindih, tidak berpihak kepada publik, minim evidence-evidence atau data analisa yang dilakukan sehingga ketika kebijakan ditetapkan terjadi beberapa konflik kepentingan.
Selain itu ada kebijakan yang satu dengan kebijakan lain saling bertentangan, tidak ada konsistensi antara pasal satu dengan pasal lainnya. Seringkali multitafsir, kurang optimal ketika dioperasionalkan dalam tatanan realisasinya.
“Untuk itu perlu dilakukan evaluasi pengukuran, mulai dari tahapan perencanaan, perumusan kebijakan, monitoring evaluasi sebelum ditetapkan terkait kemanfaatan serta daya guna untuk kepentingan masyarakat luas. Disamping itu bisa menjadi sarana atau instrumen untuk bertransformasi dari satu kondisi ke kondisi lain yang lebih baik,” kata Agnes.
Terkait perumusan target pencapaian indeks kualitas kebijakan, Agnes menyebut Bappeda Kota Bogor belum miliki baseline mengingat kebijakan pemerintah pusat di Kota Bogor yang harus dituangkan dalam perubahan Menteri PAN RB, salah satunya terkait hal tersebut baru dimulai tahun 2021 dan baru meliputi 7 kabupaten/kota di Jawa Barat.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim menegaskan, ASN sebagai pelayan publik dimana setiap langkah dan ucapannya adalah bagian dari sebuah kebijakan. Sehingga segala sesuatunya harus terukur dan memiliki batasan-batasan yang jelas serta berangkat dari sensitivitas sehari-hari dalam menghadapi semua persoalan di lingkungan kerja masing-masing.
“Itulah yang disebut kebijakan. Problema yang muncul bisa dicarikan solusinya yang sifatnya atau bentuknya kebijakan. Dalam skala kota, semua kebijakan yang diambil akan dinilai apakah memberi kemanfaatan secara optimal kepada masyarakat, disamping itu setiap kebijakan berawal dari common sense atau akal sehat. Kebijakan secara kolektif pemerintah pada akhirnya diusung berdasarkan pemikiran-pemikiran individu yang kemudian dikolektifkan yang menjadi kebijakan bersama yang pada akhirnya demi kesejahteraan masyarakat,” kata Dedie.
Kebijakan di Kota Bogor lanjut Dedie, sudah berdasarkan berbagai pertimbangan-pertimbangan sehingga hasilnya diharapkan untuk kaitan indeks kebahagiaan masyarakat secara umum.
Langkah-langkah yang diambil pun melalui pertimbangan yang matang dengan memperhatikan semua aspek serta memenuhi kriteria-kriteria dalam rangka menunjukan bahwa indeks kualitas kebijakan di Kota Bogor lebih mementingkan, tidak hanya human right (HAM) tetapi didalamnya ada terkait tentang keselamatan, keamanan hingga kebahagian masyarakat sehingga seluruh kebijakan yang dikeluarkan memberi manfaat bagi masyarakat.
Dedie berharap melalui sosialisasi ini perwakilan perangkat daerah mendapatkan pencerahan sehingga dapat melakukan perbaikan pada saat penyusunan dengan mempersiapkan unsur-unsur kualitasnya, sehingga bisa menghasilkan kebijakan yang berkualitas dan monitoring kembali terkait hasilnya.
Paparan atau sosialisasi disampaikan Kepala Bidang Pemerintahan dan Pengkajian Peraturan BP2D, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Retno Muliayani.