BOGOR – Gedung Wanita yang merupakan aset Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dalam bentuk tanah kini statusnya berada dalam ketidakjelasan. Bukan tanpa alasan, lahan seluas 2.700 m² dengan mahar sewa hanya Rp.554 ribu perbulan itu sudah habis perjanjiannya sejak tahun 2007 silam.
Hingga kini, belum ada kejelasan apakah diperpanjang atau telah diserahkan kembali kepada Pemkot Bogor.
Hal itu menjadi sorotan tajam Komisi I DPRD Kota Bogor, khususnya Atty Somaddikarya. Politisi PDI Perjuangan itu menilai ada kelalaian Pemkot Bogor jika sampai status sewanya diperpanjang. “Jika dibayar atau tidak sewanya menjadi pertanyaan, dan yang lebih parah jika itu diperpanjang sewanya, itu sebuah kelalaian. Kenapa tidak diserahkan kepada Pemkot Bogor sejak habis masa sewa dulunya,” kata Atty.
Hal tersebut ia sampaikan dalam rapat Kebijakan Umum Perubahan Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) Tahun Anggaran 2021 baru-baru ini.
“Ketika raker KUPA-PPAS 2021 sempat dipertanyakan baik kepada ibu Sekda dan BKAD. Jawabannya hanya akan dikaji kembali terkait isi perjanjian sewa gedung wanita tersebut,” katanya.
Ia menyampaikan sejak 2007 hingga 2021 Gedung Wanita menjadi aset tidur yang tidak memberikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ke Kota Bogor secara maksimal.
“Saya menggunakan jabatan yang melekat sebagai anggota DPRD yang sah secara konstitusi meminta kepada Sekda dan BKAD untuk secepatnya memberikan data dan isi perjanjian sewa kepada DPRD,” tegasnya.
“Dan tidak ada alasan apapun untuk diperpanjang,” lantang Atty.
Ia meminta agar persoalan ini segera diselesaikan dalam waktu dekat. “Masalah Gedung wanita harus ada jawabannya minggu ini, dan jika ada kerugian atas kelalaian harus diusut tuntas,” sambungnya.
Sebagai informasi, dalam aturan sewa yang tertuang dalam Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 115/PMK.06/2020 tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara pada Pasal 13 ayat 1 menjelaskan pemanfaatan barang milik negara tersebut diamanatkan dengan batas waktu sewa paling lama 5 tahun sejak ditandatangani dalam perjanjian sewa.
Atty menegaskan, kemungkinan adanya sanksi jika Pemkot Bogor dan pihak penyewa tidak mengacu kepada aturan hukum Kemenkeu.
“Jika memaksakan sepihak dan adanya perpanjangan sewa atas gedung wanita sebagai aset, jelas-jelas pemkot bogor menabrak payung hukum Kemenkeu,” terang Atty.
“Kemudian, ketika sewanya tidak diperpanjang sejak 2007 dan penyewa tidak menyerahkan aset kepada pemkot, dipastikan itu adanya sanksi admistratif atas kerugian yang terjadi berdasarkan Permenkeu,” tutup Atty.
Diberitakan sebelumnya, Atty ingin Gedung Wanita menjadi gedung kesenian dan budaya mutlak milik Kota Bogor, dengan lokasi yang strategis dan harga sewa yang terjangkau bagi masyarakat Kota Bogor.