Wali Kota Bogor, Bima Arya menghadiri Focus Group Discussion (FGD) Kelas Kajian Marhaenis ‘Bersatulah Segera Marhaen Pasti Menang Mengganyang Imperialisme’ di aula sekretariat KNPI Kota Bogor, Sabtu (23/4/2022).
Dia menyampaikan, salah satu tantangan dalam politik adalah ‘hukum besi oligarki’. Seorang filsuf dari Italia, Robert Michels menulis bahwa sebuah organisasi, apapun itu baik negara maupun partai politik se-demokratis apapun mereka memulai menjalankan organisasi ujung-ujungnya akan semakin oligarki. Sebab, pucuk pimpinan membutuhkan orang-orang sebagai administrator, eksekutor kepercayaan.
“Tidak mungkin organisasi yang luas, kompleks itu bisa berdemokrasi secara murni. Itu menurut Robert Michels,” kata Bima Arya.
Sementara, Herbert Feith, seorang profesor Ilmu Politik mengamati politik di Indonesia. Dia membuat dua kategori politisi di Indonesia, yakni solidarity maker dan tipe administrator. Menurut Feith, dua tipologi ini menggambarkan pola dan strategi kepemimpinan dalam mewujudkan visi politik tertentu.
Menurut Bima Arya, solidarity maker lebih mengedepankan strategi retorik guna mengumbar gelora dan penyatuan solidaritas dengan memainkan simbol-simbol identitas. Sedangkan administrator lebih mengedepankan kecakapan administratif guna kelancaran implementasi visi dan misi.
“Contoh pemimpin solidarity maker adalah Bung Karno. Solidarity Maker tidak bisa sendiri harus dibantu administrator. Tidak bisa pidato, tidak kharismatik tetapi terampil membumikan gagasan Solidarity Maker, siapa itu? Bung Hatta,” ujarnya.
Bima Arya menyebutkan, ada tiga hal yang selalu diperjuangkan mahasiswa, yakni, mahasiswa sebagai gerakan moral, mahasiswa sebagai kekuatan intelektual dan keberpihakan kepada rakyat.
Dalam FGD tersebut turut dihadiri Ketua GMNI Bogor, Aditya Pratama, perwakilan KNPI Kota Bogor, kader GMNI dari Jabodetabek, Sukabumi dan Cianjur.