Barayanews.co.id – Imbas pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai membuat Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor harus mengubah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2019-2024. Penyampaian rancangan awal itu pun jadi bulan-bulanan dewan dan banjir kritikan. Di antaranya soal penyampaian data yang tidak update dan tidak sesuai perubahan pascapandemi.
KetuaBadan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Bogor, Sri Kusnaeni, mengatakan, pihaknya akan mengkaji dan melaporkan hasil rapat kepada pimpinan DPRD terkait perubahan RPJMD. DPRD pun memberikan sejumlah catatan kepada Pemkot Bogor. Salah satu yang krusial, data-data yang disajikan Pemkot Bogor, rupanya dianggap tidak relevan karena dalam rancangan awal hanya sampai 2018.
”Kan harus update sesuai kondisi banyaknya perubahan akibat Covid-19. Data yang disajikan Pemkot Bogor ini tidak relevan lantaran dalam rancangan awal hanya sampai pada 2018. Sedangkan setelah covid dari 2020-2021 belum dicantumkan. Nggak relevan,” ungkapnya.
Senada, anggota Bapemperda DPRD Kota Bogor, Atty Somaddikarya, juga menyoroti catatan pada dasar hukum perubahan dan sejumlah poin sebagai alasan perubahan. Pada dasarnya, ia berharap ada tujuan untuk mendorong dan memberi kemajuan untuk Kota Bogor dan mampu memberikan manfaat yang bisa dirasakan masyarakat.
Selain itu, Atty juga meminta kepada Wali Kota Bogor, Bima Arya, agar saat perubahan RPJMD di masa pandemi ini, Pemkot Bogor melakukannya dengan terukur dan efektif agar target serta visi dan misi dalam janji politik tercapai. ”Perubahan RPJMD ini harus dipikirkan secara terukur dan efektif agar sisa waktu 3 tahun lebih ini bisa tercapai sesuai target visi dan misi dalam janji politik wali kota,” ujar politisi PDI Perjuangan itu.
Ia juga menegaskan bahwa dampak pandemi Covid-19 menyasar seluruh sektor. Untuk itu, Atty mengimbau program dalam perubahan RPJMD harus disesuaikan kebutuhan.
”Kita tahu Covid-19 sangat berdampak pada semua sektor dan harus fokus pada program yang diharmonisasikan pada kebutuhan yang tepat guna dan tepat sasaran,” jelasnya.
Dengan berubahnya RPJMD ini, sambung dia, maka akan mengubah dan berdampak pada Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
”Di mana saya lihat dalam resume perubahan yang dipaparkan sekda dalam rapat kerja masih memakai Perda Nomor 8 Tahun 2011. Padahal, perda terbaru dalam proses revisi yang belum dilembardaerahkan,” paparnya.
Jika ini dipaksakan menggunakan perda tersebut, sambung Atty, maka perubahan RPJMD tidak akan sinkron dalam segi pembangunan. ”Jika ini dipaksakan dengan Perda Nomor 8 Tahun 2011 tidak akan sinkron dan tidak akan nyambung dengam tujuan perubahan RPJMD dalam hal pembangunan,” ujarnya.
”Selain itu, kita juga melihat selama ini banyak zonasi, siteplan tata ruang yang berubah dan beralih fungsi. Terlebih jika Pemkot Bogor akan menjadikan kawasan Bogor Raya dari wilayah pemukiman menjadi wilayah kormersil di kemudian hari,” imbuhnya.
Usulan perubahan RPJMD ini dibahas perdana oleh Bapemperda yang hasilnya akan disampaikan kepada pimpinan DPRD Kota Bogor untuk dibahas dalam Badan Musyawarah (Banmus)
”Jika apa yang menjadi koreksi dan saran dalam raker Bapemperda tidak dilengkapi berdasarkan data terbaru yang diminta, apakah akan diterima atau ditolak perubahan RPJMD tersebut, kita menunggu keputusan di Banmus,” tegas Atty.
Hal itu pun ditanggapi Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Rudy Mashudi.
“Kemarin itu over view dulu rancangan awal RPJMD yang dipimpin sekda. Polanya itu sebagaimana diatur Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) RI Nomor 86 Tahun 2017,” katanya.
Dalam Permendagri, rancangan awal RPJMD harus mendapat persetujuan dari PDRD terlebih dulu sebelum kemudian dilanjut ke Provinsi Jawa Barat dan pada rancangan akhir nanti dibuatkan naskah akademisnya.
“Dari 700 halaman draf awal, kan nggak mungkin kami sampaikan semua. Jadi dilakukan proses over view, kira-kira mana saja yang diubah itu yang disampaikan,” katanya.
Meski demikian, ia belum mengetahui sikap DPRD Kota Bogor seperti apa kaitan revisi RPJMD tersebut. Akan tetapi, dasar pengajuannya kan sudah jelas. Pertama karena adanya perubahan kebijakan, kedua karena bencana alam dan nonalam. Menurutnya, kondisi Perda RPJMD Kota Bogor ditetapkan 2019-2024, kemudian secara kebijakan juga sudah banyak kebijakan pusat yang berubah. “RPJMN sendiri ditetapkan 2020 untuk mengharmonisasi dan mensinkronisasi perlu melakukan perubahan kebijakan,” ujar Rudi.
Apalagi pada Maret 2020 dihantam badai pandemi Covid-19 yang memberikan gambaran kaitan pelaksanaan pekerjaan yang direfocusing. Sehingga diperlukan reformulasi sejumlah indikator yang telah ditetapkan dalam Perda RPJMD saat ini. “Kami mengajukan ini sebagai usulan pemerintah meninjau ulang,” katanya.
Indikator makro yakni Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) pada tataran daerah dan pemerintah pusat ditetapkan pada angka 5-6 persen. Namun faktanya pada tataran nasional minus termasuk Kota Bogor. “Pada kuartal tiga, LPE Kota Bogor menginjak 3 persen,” paparnya.
Kedua, tambah dia, indikator krusial lainnya yakni kemiskinan yang ditarget menurun pada 2020, tetapi setelah pandemi naik. “Angka kemiskinan jadi 6 persen lebih, padahal sebelumnya sudah 5 persen. Angka pengangguran terbuka, untuk angka baseline 9 persen sekarang naik jadi 12 persen, kabupaten saja 14 persen,” tambahnya.
Dengan begitu, Pemkot Bogor harus mereformulasi isu strategis di mana untuk mengantisipasi program yang mengharuskan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) baik sektor kesehatan, pendidikan maupun sisi lainnya. “Itu yang dimasukkan. Adapun penyajian data, ya kita akui harus update tapi itu bukan satu-satunya,” tukasnya.