BANJARBARU – Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, meminta pemerintah daerah di Kalimantan Selatan untuk segera menyusun roadmap penanganan sampah. Hal ini disampaikan Hanif dalam kunjungan kerjanya ke Kota Banjarbaru pada Kamis (28/11/2024).
Hanif mengapresiasi langkah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang memprakarsai rapat koordinasi untuk mengatasi masalah lingkungan, khususnya pengelolaan sampah. Ia menyoroti pentingnya roadmap yang sesuai dengan mandat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 untuk memastikan keberlanjutan pengelolaan sampah.
“Sampah adalah bayangan kita. Di mana kita berada, pasti ada sampah yang tertinggal. Tantangannya adalah bagaimana mengelolanya. Dengan keberagaman lanskap di Kalimantan Selatan, diperlukan model penyelesaian yang inovatif,” ujar Hanif.
Hanif mengungkapkan, timbulan sampah di Kalimantan Selatan mencapai 700–800 ton per hari, dengan banyak Tempat Pembuangan Sampah (TPS) yang hampir mencapai kapasitas maksimal. Meski lebih kecil dibandingkan Jakarta, ia menilai pengelolaan sampah di Kalimantan Selatan masih memerlukan pembenahan mendesak.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Hanif menawarkan empat solusi:
1. Pemanfaatan Sampah menjadi RDF (Refuse-Derived Fuel) untuk bahan bakar industri semen.
2. Peningkatan Bank Sampah Unit, dengan mengadopsi model pengelolaan seperti yang dilakukan Kota Banjarbaru.
3. Pembangunan Unit Pengelolaan Sampah Terpadu (UPST) untuk pemilahan sampah plastik, kertas, dan limbah organik.
4. Pengembangan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional untuk residu yang tidak dapat diolah lebih lanjut.
Selain itu, ia menekankan pentingnya keterlibatan produsen dalam menangani sampah yang dihasilkan, termasuk dari produk kemasan. “Produsen harus bertanggung jawab atas sampah yang mereka hasilkan, termasuk produsen air minum kemasan dan importir,” tegasnya.
Hanif juga mengingatkan, pelanggaran dalam pengelolaan sampah yang menimbulkan pencemaran lingkungan dapat dikenai sanksi pidana hingga 4 tahun penjara dan denda miliaran rupiah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.
“Kami akan mengutamakan pembinaan dan diskusi, tetapi penegakan hukum tetap menjadi langkah terakhir,” pungkasnya.