Barayanews.co.id – Pasca peninjauan yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) ke Pasar Teknik Umum (TU) Kemang, beberapa waktu lalu, nyatanya belum menyelesaikan persoalan pengelolaan pasar induk di kawasan Kelurahan Cibadak, Kecamatan Tanahsareal tersebut.
Pemkot menargetkan segera mengambil alih pengelolaan Pasar TU dari PT Galvindo Ampuh pada pertengahan tahun ini, namun dengan catatan dugaan pungutan liar (pungli) serta pelanggaran akan dilaporkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Hal itu diungkapkan Kepala Bagian Hukum dan HAM Sekretariat Daerah (Setda) Kota Bogor Alma Wiranta.
Persoalan pengelolaan pasar TU Kemang, kata dia, ramai setelah ada aspirasi pedagang pasar atas semrawutnya sampah di pasar, namun retribusi kebersihan pedagang tetap dipatok tinggi. Pedagang pun meminta perhatian pemerintah untuk mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan persoalan itu.
“Dan yang telah berjalan adalah aspek non litigasi, yakni musyawarah atau negosiasi. Namun jika diperlukan kepastian hukum, akan diambil jalur litigasi atau penegakan hukum. Sebab jika dibiarkan, akan berlarut-larut dan berdampak pada opini masyarakat, seolah-olah Pemkot tidak bisa tegas menuntaskan persoalan yang terjadi,” katanya, Kamis (25/3/2021).
Kebijakan yang diambil, kata Alma, tetap mengedepankan komunikasi dengan PT Galvindo Ampuh. Namun faktanya, beberapa opsi yang telah dibicarakan tidak bisa mendapatkan titik temu.
Berawal dari adanya Perjanjian Kerjasama yang dibuat bersama pada tahun 2001, dengan klausul hak pengelolaan dikembalikan ke Pemerintah Daerah pada tahun 2007, yang tidak dilaksanakan hingga sekarang.
“Dan adanya pernyataan yang menyatakan Pasar TU Kemang adalah milik yang bersangkutan, ini jadi pemicu ketegangan. Seolah-olah ada negara lain dalam wilayah NKRI di Kota Bogor. Meskipun Pemkot Bogor selama ini terus mengupayakan komunikasi dengan cara baik, namun keresahan memuncak dari pedagang karena adanya pungutan yang cukup tinggi di masa Pandemi Covid-19,” tandasnya.
Ia pun menegaskan bahwa kebijakan untuk mengambil alih pengelolaan Pasar TU tidak dapat ditunda lagi. Sesuai saran pendapat dari beberapa pimpinan instansi, akademisi dan pengamat, agar dilakukan penanganan segera dengan cara tidak melanggar hukum. Tentunya dengan landasan hukum legal formal.
Pertama dengan menghentikan semua operasional retribusi yang diambil oleh PT Galvindo dan mengembalikan sesuai kedudukannya pengelolaan Pasar TU kepada Perumda Pasar Pakuan Jaya sesuai Surat Keputusan (SK) Wali Kota Bogor tahun 2012.
Kedua, memberikan waktu kepada PT Galvindo untuk segera memenuhi kewajibannya dan menjelaskan kepada Pemkot Bogor tentang adanya dua kali pembayaran parkir dan pembayaran lainnya, tanpa menyetor restribusi ke Pemerintah sesuai Peraturan Wali Kota (Perwali) Bogor.
Ketiga, sambung Alma, terhadap potensi hilangnya penerimaan keuangan negara yang seharusnya menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sejak tahun 2007 sampai sekarang, atau pungutan liar yang dilakukan oknum di Pasar TU, akan dilaporkan agar diproses oleh APH.
“Keempat, Pemkot Bogor, TNI/Polri, BPN, pemangku kepentingan, komunitas pedagang dan masyarakat di Pasar TU, secara bersama-sama mendengar penjelasan PT Galvindo menyangkut data aset tanah bangunan dan hak-hak yang sesuai regulasi, untuk dilakukan lanjutan pemetaan,” tukasnya.