BOGOR – Camat Bogor Tengah Abdul Wahid menanggapi tudingan atas keluarnya para pedagang dari Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan kembali berjualan di trotoar.
Diberitakan sebelumnya di salah satu media online, Wahid disebut menjual air minum kemasan yang dititipkan ke sekretariat koperasi. Menyikapi hal itu, dia menegaskan, bahwa tudingan yang diangkat pada salah satu media tersebut tidak sesuai fakta.
Wahid mengecam keras atas gosip beredar yang merugikan pihaknya. Bahkan, pertanggal 28 Juli 2022, dia mengaku telah melayangkan Hak Jawab pada kantor media yang telah mempublikasi berita tersebut.
“Adanya campur tangan saya dibalik peristiwa para Pedagang di TPS Mawar kembali berjualan di pinggir jalan raya dan trotoar jalan raya Merdeka itu tidak benar. Berdasarkan informasi yang kami peroleh dari pedagang, peristiwa tersebut dikarenakan kebijakan Koperasi Mirah Jaya Berkarya yang secara sepihak menaikkan sewa lapak yang membuat para pedagang keberatan,” ungkapnya Jumat (29/07/22).
Terkait tudingan, sejumlah dus air mineral yang dititipkan ke Sekretariat KPMJB untuk diperjual belikan atas perintahnya, Wahid dengan tegas menyatakan tidak benar.
Menurutnya, kejadian itu sudah terjadi 8 bulan lalu. Dia bercerita, kala itu koordinator pedagang yang bernama Kusnalim meminta tolong pihaknya untuk memesankan 40 dus Air Mineral.
“Pada saat itu kebetulan saya sedang mengerjakan pembangunan sentra kuliner sempur bersama PT. Mayora yang memiliki produk air mineral, sehingga saya membantu pemesanan air mineral dari Saudara Kusnalim ke PT Mayora,” jelasnya.
Kemudian, adanya tudingan yang menyebut dirinya telah memaksa pedagang membayar Rp25 ribu hingga Rp30 ribu dalam satu hari untuk air mineral dan satu bungkus rokok sebagaimana disampaikan oleh Salim Basalamah adalah tidak benar.
“Silahkan ditanyakan kepada pada Pedagang kapan saya atau melalui siapa saya melakukan hal sebagaimana disebut di atas,” tutur dia.
Sementara, koordinator pedagang Putra mengatakan, dalam hal itu kewenangan camat sebatas membantu mensukseskan program penertiban dengan mensosialisasikan agar pedagang bisa mengisi TPS yang sudah disediakan.
“Saya selalu koordinasi, menyampaikan keluhan dan keinginan pedagang. Pak camat mendorong agar para pedagang mengisi TPS,” ujar Putra.
Disinggung soal isu camat yang menjual paksa air minum dan rokok ke pada pedagang dengan tegas Putra mengaku bahwa hal itu tidak benar. Dan kalaupun ada ajang bisnis seperti itu yang seharusnya berjualan itu adalah dirinya.
“Tidak ada itu pak camat jual rokok dan air disitu, silahkan saja tanya ke para pedagang. Kalau memang ada, yang seharusnya berjualan ke pedagang itu saya karena saya koordinatornya,” tegas dia.
Selain itu juga dia mengungkapkan, bahwa keputusan para pedagang yang meninggalkan TPS lalu kembali berjualan di luar tidak ada kaitannya dengan camat.
“Secara logika saja mana mungkin pedagang keluar TPS karena pak camat, itu tidak masuk akal. Pedagang pada kembali berjualan diluar karena di TPS itu memang sepi, para pedagang gak bisa mendapatkan uang, sementara mereka harus membayar kewajibannya yakni retribusi,” ungkapnya.
Sedangkan Direktur Operasional (Dirops) Perumda Pasar Pakuan Jaya (PPJ) Deni Ariwibowo mengatakan bahwa penertiban PKL merupakan program prioritas Pemkot Bogor.
Diakui dia, dalam penertiban PKL tersebut Perumda PPJ harus menyediakan tempat untuk merelokasi para pedagang. Dan untuk mengakomodir para PKL di Jalan Merdeka kata dia, ada pihak ketiga yang memiiliki lahan Kosong, sehingga dibangun kerjasama.
“Kami membangun perjanjian kerjsama (PKS) dengan Koperasi Mirah Jaya Berkarya menggunakan lahan itu untuk menampung pedagang, karena memang keberadaan pedagang di trotoar itu mengganggu ketertiban warga pejalan kaki,” kata Deni.
Deni menambahkan, dalam pks itu tertuang sejumlah poin, terutama kewajiban para pedagang, mulai harga sewa yang ditetapkan antara 2,5 hingga 3,5 juta. Lalu membayar retribusi untuk keamanan, kebersihan, air dan listrik Rp25 hingga Rp35 ribu per hari perlapak.
“Disitu tersedia Tempat Penampungan Sementara (TPS) untuk para PKL jalan mawar dan presiden sebanyak 300 lapak. Tapi yang terisi baru 100 lapak atau 30 persennya. Dan kita minta ke pihak pengurus kalau ada kenaikan tarif, maka harap koordinasi terlebih dahulu,” jelas dia
Namun, setelah rekolasi berjalan kata Dirops, ternyata banyak aduan pedagang bawah tempat relokasi tersebut sepi. Dia juga mengaku bahwa pada keluarnya pedagang dari tempat relokasi sama sekali tidak ada keterlibatan camat Bogor Tengah Abdul Wahid.
“Kita juga tertibkan para pedagang, mereka pada keluar karena sepi. Terlebih di area Presiden masih ada yang berjualan jadi para pedagang yang di TPS pada ngikut. Saya tidak melihat ada keterlibatan pak camat disitu,” paparnya.
Ditempat yang sama, Amsyar pedagang sayuran di bawah PIC Entis mengaku, dirinya mengikuti arahan pemerintah untuk mengisi TPS sejak September 2021. Tetapi karena kondisi di TPS sepi maka dia nekad kembali berjualan di luar.
“Jualan di TPS itu kalau sudah jam 06.00 WIB sepi tidak ada lagi pembeli yang masuk. Makanya saya ikut keluar lagi, karena kalau tetap berjualan didalam tidak akan dapat uang, apalagi yang lain juga banyak yang tetap berjualan diluar, saya ikut saja,” jelasnya.
Selain itu dia mengaku, selama berjualan disitu tidak pernah diminta untuk membeli air mineral atau rokok apalagi secara paksa. “Tidak pernah saya disuruh harus beli rokok dan air,” ungkapnya.
Hal serupa diungkapkan sesama penjual sayuran lainnya Dermawan. Selama berjualan dia tidak pernah merasa dibebankan harus memberi roko dan minuman.
“Ah tidak ada yang mengharuskan beli air dan rokok dari orang lain, apalagi itu dari pak camat saya tidak tahu sama sekali. kan disitu banyak yang jualan rokok dan air,” ungkap dia.