BOGOR – Bawaslu Kota Bogor menggelar rapat pleno untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang melibatkan salah satu komisioner KPU Kota Bogor, Dede Juhendi. Kasus ini mencuat setelah adanya laporan terkait transfer uang senilai Rp30 juta.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Kota Bogor, Supriantona Siburian, menyampaikan hasil pemeriksaan terhadap empat saksi, termasuk Ketua KPU Kota Bogor dan Divisi Hukum KPU.
“Kami telah memeriksa empat saksi, termasuk dua komisioner KPU. Salah satu poin penting adalah adanya transfer dana yang dilakukan Dede Juhendi,” ujar Supriantona, Kamis (6/12/2024).
Kasus bermula pada Juli 2024, saat seorang calon wali kota, Dr. Raendi Rayendra, meminta informasi terkait prosedur pencalonan kepada Dede Juhendi. Percakapan itu berkembang menjadi permintaan bantuan terkait perubahan nama resmi “Dr. Rayendra”.
Pada 16 Agustus 2024, uang sebesar Rp30 juta ditransfer ke rekening Dede Juhendi untuk membayar jasa hukum yang ditangani oleh advokat Bayu Noviandi. Uang tersebut kemudian langsung diserahkan kepada Bayu untuk mengurus dokumen hukum di Pengadilan Negeri Bogor.
Bawaslu menyimpulkan bahwa dana tersebut bukanlah gratifikasi atau tindak pidana korupsi. Namun, tindakan Dede Juhendi dianggap melanggar kode etik sebagai komisioner KPU.
“Komisioner KPU wajib bersikap netral dan tidak boleh menjadi perantara dalam aktivitas politik. Oleh karena itu, kami menyerahkan kasus ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk ditindaklanjuti,” tegas Supriantona.
DKPP akan menentukan sanksi, mulai dari teguran hingga pemecatan, berdasarkan pelanggaran kode etik yang ditemukan.
“Kami berharap keputusan DKPP nanti dapat menjaga integritas penyelenggaraan Pemilu,” kata Supriantona.
Bawaslu Kota Bogor telah menyelesaikan seluruh dokumen pleno dan segera menyerahkannya ke Bawaslu Jawa Barat untuk diteruskan ke DKPP di Jakarta. Proses ini diharapkan memberikan kejelasan hukum dan mempertegas standar etik dalam pelaksanaan pemilu.