BOGOR – DPRD Kota Bogor menggelar Rapat Dengar Pendapat untuk membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perlindungan Anak. Raperda ini dinilai mendesak mengingat angka kekerasan terhadap anak di Kota Bogor terus meningkat setiap tahun.
Anggota Komisi I DPRD Kota Bogor, Banu Bagaskara, mengungkapkan berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), tercatat ada 87 kasus kekerasan anak sepanjang 2024. Angka tersebut meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“Dari 2019 hingga 2024 kasusnya terus naik, dari 48 kasus menjadi 87 kasus. Itu pun hanya yang dilaporkan, sehingga kemungkinan jumlah sebenarnya lebih besar,” ujar Banu dalam Rapat Dengar Pendapat, Rabu (10/9/2025).
Menurutnya, fakta ini menunjukkan perlindungan anak di Kota Bogor masih lemah, meski sudah ada Perda Kota Layak Anak sejak 2017. Karena itu, Raperda Perlindungan Anak disusun untuk memperkuat perlindungan hukum sekaligus memastikan hak-hak anak terpenuhi.
Tujuan Raperda ini antara lain menjamin anak terbebas dari kekerasan, menyediakan ruang partisipasi bagi anak, serta melibatkan seluruh pihak mulai dari pemerintah, sekolah, masyarakat, hingga dunia usaha.
Namun, sejumlah tantangan masih dihadapi, seperti belum terintegrasinya data anak, koordinasi antar instansi yang belum optimal, dan keterbatasan anggaran.
“Jika Raperda ini ditegakkan, kita berharap sekolah bisa jadi ruang aman dan bebas kekerasan, dunia usaha punya payung hukum untuk mendukung program ramah anak lewat CSR, dan anak-anak bisa ikut berpendapat melalui Forum Anak,” jelas Banu.
Ia menambahkan, Raperda ini juga mendorong adanya sistem data anak terintegrasi, pendanaan responsif anak, serta partisipasi masyarakat dalam melapor jika terjadi kekerasan.
“Melindungi anak bukan hanya urusan pemerintah, tapi tanggung jawab bersama. Anak bukan objek kebijakan, melainkan subjek pembangunan. Menjaga mereka hari ini berarti menjaga masa depan Kota Bogor,” pungkasnya.