BOGOR – Wakil ketua komisi IV DPRD Kota Bogor, Atty Somaddikarya meradang pasca banyaknya keluhan atas berbelitnya birokrasi terkait administrasi masyarakat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) belakangan ini.
Padahal, kata Atty, sesuai dengan peraturan daerah (perda) pendiriannya, RSUD Kota Bogor sebagai rumah sakit rujukan. Sebab, anggaran dari APBD juga diperuntukkan untuk membangun rumah sakit baik itu fisik maupun non fisik.
“Dimana pasien membutuhkan ruangan, RSUD seharusnya mengupayakan,” ujar Atty.
“Anggaran yang dikawal dari APBD itu untuk membangun RSUD harus bisa melayani masyarakat dan pelayanan tenaga kesehatan harus ramah dan humanis,” ungkap dia.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu juga menyampaikan seharusnya RS mengutamakan tindakan medis dlm menyelamatkan nyawa pasien.
Ia mengungkapkan adanya indikasi, konspirasi dengan berbagai modus di rumah sakit di Kota Bogor yang membuat panik pasien. “Dengan memberi informasi bahwa pasien harus dirawat di ICU agar keluar dari IGD. Hal seperti ini seharusnya tidak terjadi karena pasien bukan benda mati yang dibuat bola pingpong,” tutur Atty.
Pengalaman tersebut didapat dalam sebuah rapat koordinasi (rakor) Komisi IV dengan Forum Komunikasi (FK) LPM Tanah Sareal baru-baru ini.
“Hal tersebut terjadi pada ketua forum bahwa RS di kota bogor terindikasi banyak berbohong dimana diinformasikan ruangan rawat inap penuh tetapi ketika anggota DPRD dan ormas koordinasi ruang rawat inap mendadak ada. Hal ini tidak boleh terjadi jika mengacu pada sisi kemanusiaan atas kesehatan masyarakat.
Lebih lanjut, kata Atty, bagi pihak rumah sakit pelayanan tentang kesehatan adalah satu kewajiban dan lapisan masyarakat punya hak yang sama untuk menerima pelayana tersebut.
Ia mengimbau, agar seluruh rumah sakit dapat bekerja sama dalam melayani masyarakat.
“saya ingatkan kepada rumah sakit yang ada di kota bogor jangan sampai ada kesan pasien dilayani ketika ada komunikasi dan koordinasi dari anggota DPRD atau Ormas,” ujarnya.
Politisi yang akrab disapa Ceu Atty itu juga menyampaikan, tanpa koordinasi hak pasein harus diberikan secara maksimal dan jangan terkesan mendadak serba ada setelah ada komunikasi.
“Nyawa masyarakat sangat berharga tanpa melihat jabatan, suku, agama dan tingkatan sosial pasien,” pungkasnya