BOGOR – Kasus penembakan di area Pasar Mawar, Kelurahan Kebon Kalapa, Kecamatan Bogor Tengah, semakin terang dengan munculnya kronologi versi rekan korban, ET. Peristiwa ini bermula dari perselisihan antara ET dan kelompok penduduk pasar sebelum akhirnya berujung pada aksi kekerasan.
Fajar Rahmat Rianto, rekan korban, mengungkapkan bahwa konflik bermula pada 1 Februari 2025 saat terjadi adu mulut antara ET dan pihak lain di seberang Pasar Mawar.
“Saat itu, korban ditegur oleh Pak Dede selaku pemilik pasar, bersama Hasan dan timnya. Kami berupaya menyelesaikan masalah melalui koordinasi dengan pihak terkait, tetapi mereka justru menunjukkan sikap agresif dengan mengerahkan massa dan melakukan intimidasi,” ujar Fajar kepada wartawan di Polresta Bogor Kota, Senin (3/2/2025) sore.
Menurut Fajar, situasi semakin memanas hingga pada malam kejadian sekitar pukul 02.00 WIB, pihaknya berinisiatif melakukan mediasi. Namun, tanpa diduga, pertemuan berubah menjadi bentrokan.
“Saat saya dan korban maju untuk berbicara, salah satu pihak mereka langsung bertindak anarkis. Korban dipukul dari belakang, situasi menjadi kacau, dan mereka bahkan mengeluarkan senjata api. Saya juga terkena pukulan,” jelasnya.
Penembakan terjadi sekitar pukul 01.30 WIB, saat pelaku melepaskan empat tembakan, tiga di antaranya mengenai ET—satu di pinggang, satu di dada hingga tembus ke punggung, dan satu mengenai handphone di sakunya.
“Setelah tertembak, korban masih terus dianiaya hingga akhirnya dievakuasi ke RSUD Kota Bogor dan kemudian dibawa ke RS Ciawi untuk autopsi,” tambahnya.
Fajar menduga pelaku berasal dari kelompok yang berhubungan dengan Dede yang sebelumnya pernah bersitegang, meskipun identitas pasti belum diketahui. Ia meminta pihak kepolisian mengusut kasus ini hingga tuntas.
“Kami tidak peduli siapa pun yang berada di belakang kejadian ini. Apakah itu orang berpengaruh di Bogor seperti Hasan atau Dede, kami tidak akan mundur,” tegasnya.
Rekan korban lainnya, TB Wiliam, menambahkan bahwa sebelum insiden terjadi, sempat ada upaya mediasi di Hotel Mira. Saat itu, ada permintaan agar Fajar dan Oncom tidak lagi berada di pasar.
“Saya mencoba bersikap netral dan mencari jalan tengah. Tuduhan bahwa ET pernah membunuh tentara itu berlebihan. Saya mengenalnya sejak kecil, dan meskipun dia pernah memiliki kasus hukum, itu bukan terkait militer,” ujarnya.
Menurut Wiliam, pada malam kejadian, situasi di pasar sebenarnya masih aman. Namun, rencana pertemuan selanjutnya tidak berjalan sesuai harapan karena insiden penembakan.
“Ini bukan sekadar penggunaan senjata api, tapi tindakan brutal yang tidak bisa diterima. Saya sudah mencoba menenangkan suasana, tetapi mereka tetap bertindak anarkis,” paparnya.
Wiliam menegaskan bahwa ia memberikan kesaksian ini berdasarkan apa yang dilihatnya langsung di lokasi kejadian.
“Saya harus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi kepada keluarga korban dan komunitas kami,” pungkasnya.