BOGOR – Jembatan Otista yang tengah dalam pembangunan menuai perbincangan belakangan ini. Proyek itu pun mendapat sorotan karena terdapat bagian dari jembatan ini diduga merupakan cagar budaya.
Meski demikian, Badan Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah 9 Direktorat Jendral Kebudayaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan jika Jembatan Otista belum ditetapkan sebagai cagar budaya.
Kepala Subbagian Umum BPK Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hendra Gunawan mengatakan pihaknya belum melihat penetapan tersebut dalam registrasi.
Ia menjelaskan, sebelum ada intervensi perlu ada kejelasan status pada objek yang diduga cagar budaya (ODCB).
“Harus dipastikan dulu statusnya. Apakah ODCB atau cagar budaya? Pendalamannya dilakukan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud),” tuturnya, Senin (22/5/2023).
Ia memaparkan proses penetapan ODCB menjadi cagar budaya harus melalui sejumlah tahapan. Diawali dengan kajian Tim Ahli Cagar Budaya (TACB). Apabila tergolong cagar budaya maka selanjutnya TACB mengusulkan naskah rekomendasi ke Wali Kota melalui Disparbud untuk ditetapkan sebagai cagar budaya.
“Perlu ditelusuri apakah kajiannya sudah ada? Naskah rekomendasinya apa sudah ada dan disampaikan ke wali kota oleh Disparbud?” ucap dia.
Namun jika kajian TACB tidak menunjukkan pada cagar budaya maka ODCB itu tidak tergolong sebagai cagar budaya.
“Oleh karena itu kalau belum jelas statusnya harus ditelusuri lagi sebelum ada intervensi. Tidak bisa sembarang menjudge kalo data dukung dan buktinya belum ada,” jelasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, jika terjadi pembongkaran pada cagar budaya maka ada konsekuensi hukumnya sesuai dengan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya dan turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya.
Dirinya menerangkan, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan di darat atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan melalui proses penetapan.
Penetapan yang dimaksud ialah pemberian status cagar budaya tersebut kepada pemerintah kabupaten atau kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya.
“Mereka merupakan kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi, penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan cagar budaya,” jelasnya.
Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai cagar budaya apabila memenuhi kriteria diantaranya berusia 50 tahun atau lebih, mewakili masa gaya (tulisan, karangan, pemakaian bahasa, atau bangunan rumah) paling singkat berusia 50 tahun.
Kriteria selanjutnya yakni memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, atau kebudayaan, seta memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
“Namun, benda, bangunan, struktur, lokasi atau satuan ruang geografis dapat pula diusulkan menjadi cagar budaya meskipun tidak memenuhi kriteria tersebut, asalkan, memiliki arti khusus bagi masyarakat atau bangsa Indonesia yang didasarkan sebuah penelitian,” terang dia.