BOGOR – Penyusunan draft rancangan peraturan daerah (Raperda) Pencegahan dan Penanggulan Perilaku Penyimpangan Seksual (P4S) antara Pemkot Bogor dan Pansus DPRD Kota Bogor berlangsung alot.
Agenda tersebut berlangsung di ruang rapat paripurna DPRD Kota Bogor, Rabu (21/04/2021) siang.
Pembahasan tersebut sempat ramai ketika masuk kepada pembahasan mengenai sanksi.
Dalam Rapat Raperda P4S itu anggota pansus meminta masukan mengenai sanksi yang diberikan untuk para pelaku pelanggar Perda.
Dari panitia Pansus mengusulkan adanya sanksi administratif ada pula yang mengusulkan sanksi sosial.
Namun saat meminta masukan dari Pemkot Bogor, pihaknya menyampaikan jangan sampai pemberian sanksi melanggar Hak Asasi Manusia.
Karena dalam pemberian sanksi atau penerapan aturan juga perlu menimbangkan asas asa.
Dalam kesempatan itu Kepala Bagian Hukum dan HAM Setda Kota Bogor, Alma Wiranta juga menjelaskan bahwa setiap prilaku melanggar hukum juga sudah diatur dalam KUHP.
Sehingga pelanggar P4S ini juga bisa dikenakan undang-undang yang berlaku.
Pembahasan mengenai sanksi itu pun bergulir cukup panjang hingga akhirnya disepakati akan ada rapat lanjutan.
Alma Wiranta mengatakan Pemkot Bogor bahwa dalam rapat tersebut Pemkot Bogor mengakomodir beberapa hal yang diatur didalam Perda.
Semangat perda itu kata Alma untuk perlindungan warga atau masyarakat Kota Bogor.
“Nah dari perda ini yang kami bahas tentunya dari sisi pembinaan evaluasi dan monitoring nanti seperti apa jadi dilapangannya pengawasannya seperti apa semua yang dilakukan dalam rangka untuk menjaga harkat dan martabat jadi ada beberapa prilaku prilaku yang sangat bisa mengganggu,” ujarnya usai rapat, Rabu (21/4/2021).
Dalam pembahasan itu kata Alma maukan dari Pemerintah Kota Bogor ataupun dari DPRD Kota Bogor dibahas untuk diakomodir di dalam perda.
Pada rapat itu Pemkot yang diwakili oleh Bagian Hukum Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak mempadukan dari beberapa pengetahun dengan tolak ukurnya dari asas asas yang berlaku.
“Azas-azas itu yang kami tuangkan dalam perda menuju tahap akhir jadi pembahasan ini kurang lebih 26 pasal semua tinggal menunggu persetujuan saja dari dewan pansus seperti apa,” katanya.
Alma mengakui pembahasan sempat ramai ketika masuk kepada bab pemberian sanksi diantaranya adalah sanksi sosial.
Saat ditanya mengenai apakah akan ada tumpanf tindih anturan antara perda Keteriban Umum yang baru saja disahkan Februari 2021 dengan Raperda P4S ini Alma menjelaskan bahwa keberadaan keduannya akan saling menguatkan.
“Diperda trantibum punya kita tetib asusila jadi tertib terhadap pembuatan kesusilaan nah ini tinggal memadukan saja normanya ada di dalam perda pengaturan pencegahan dan pembinaan nanti kita larikan keharusan yang ada diperda trantibum jadi tidak ada tumlang tindah malah justru memperkuat,” katanya.
Sementara itu etua Pansus Devie P Sultani yang juga Anggota Komisi lV DPRD Kota Bogor mengatakan ada sekitar tiga bab yang akan diselesaikan.
“Untuk final pembahasan setiap bab, kita akomodir dari dinas-dinas terkait masukan masukannya agar memberikan masukan yang betul-betul memiliki manfaat untuk warga Bogor,” ujarnya, Rabu (21/4/2021) di DPRD Kota Bogor.
Salah satu yang dibahas kata Devie adalah mengenai sanksi yang akan dimasukan terkait pelanggaran Raperda P4S.
“Iya jadi apa yang mau kita rumuskan, sanksi apakah yang akan kita berikan, kemudian bagaiaman lebih kepada pencegahannya seperti apa jangan hanya sekedar menanggulangi atau mengobati tapi kita harus mau bagaiamana kita melakukan pencegahan itu dari sejak dini,” ujarnya.
Karena kata Devie salah satu akibat dari penyakit masyaramat ini jyga menimbulkan keresahan dan kesehatan yang bisa juga membahayakan masyarakat.
“Penyimpangan seksual ini juga kan melanggar norma beragama juga norma kemanusian sudah pasti itu kita larang untuk bisa tumbuh di Kota Bogor komunitas apapun itu yang berbau LGBT tadi,” ujarnya.