BOGOR – Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor yakni Wakil Ketua I, Jenal Mutaqin dan Wakil Ketua II, Dadang I. Danubrata menjabarkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Bogor Nomor 3 tahun 2015 tentang Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin.
Penjabaran perda yang dilakukan wakil rakyat tersebut masih dalam rangkaian Rapat Kerja (Raker) ke-2 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Bogor di aula Graha Pakuan Siliwangi, Universitas Pakuan pada Sabtu, 3 September 2022.
Wakil Ketua I DPRD Kota Bogor, Jenal Mutaqin mengatakan, Perda nomor 3 tahun 2015 ini sangat penting dan strategis, terlebih dapat bermanfaat bagi masyarakat misal pendampingan hukum terhadap persoalan yang sedang dihadapi masyarakat seperti masalah perdata, pidana dan sebagainya.
“Urgensinya hari ini yang mengusulkan ada sekitar 68 LBH sementara penanganan kasus dari pemerintah ini terhadap pemberi bantuan hukumnya baru 30. Terkendalanya apa? Apakah anggaran atau LBHnya kurang? ternyata memang baru satu LBH yang bermitra dengan Pemkot Bogor dan itu dari tahun 2015 sejak perda ini dibuat,” ucap Jenal.
Menurut politisi dari Partai Gerindra ini, dari tahun 2020 LBH ada yang bermitra dengan pemkot dari Kabupaten Bogor sebanyak dua LBH, tetapi sekarang sudah tidak bermitra sehingga di Kota Bogor hanya ada satu.
Jenal menyayangkan, mengingat Perda tersebut bagus, tetapi kendalanya ada di jumlah LBH yang masih minim bermitra dengan pemerintah karena harus terakreditasi departemen hukum dan HAM. Ditambah, lanjut Jenal, memang anggarannya terbatas maksimal penanganan satu kasus senilai Rp10 juta untuk LBH.
“Idealnya LBH itu tidak hanya satu advokat, biasanya ada beberapa advokat sehingga minimal ada 3-5 advokat yang menangani kasus, misal ada 70 kasus namun LBHnya terbatas, ini yang jadi menghambat waktu,” ungkap Kang JM sapaan karibnya.
Kang JM menambahkan, pemkot perlu hyperaktif jemput bola, menawarkan diri kepada LBH lainnya terkait ada perda yang bagus untuk masyarakat.
“Saya harap pemkot yang harus jemput bola seperti mengundang Peradi atau LBH lainnya dengan menyampaikan program bagus, termasuk anggarannya terbatas namun manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat, membantu mereka dari segi pendampingan hukum,” katanya.
Untuk diketahui, ada empat indikator yang mendorong atau yang menjadi alasan bagaimana perda ini bisa muncul di Kota Bogor berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Kemendagri tahun 2012-2018. Pertama adalah perintah Undang-Undang Dasar (UUD). Kedua, pelaksanaan daerah, Ketiga, pelaksaan daerah dan juga bantuan daerah, terakhir adanya aspirasi masyarakat.