Barayanews.co.id – Langkah pengelola mall Boxies 123 Tajur yang akan menebang 12 pohon di pinggir jalan yang bertujuan untuk mengurangi kemacetan ternyata mendapatkan kritikan dari Komisi III DPRD Kota Bogor.
Ketua Komisi III DPRD Kota Bogor, Adityawarman Adil mengatakan seharusnya pihak mall menambah penanaman pohon, bukan malah menebang pohon yang sudah menjulang.
“Memang dari luas lahan area mal itu memiliki banyak RTH (ruang terbuka hijau), tapi kan RTH lebih berfungsi apabila pohon-pohon yang ada tidak berkurang. Kami tidak setuju pohon-pohon yang di sana ditebang. Kami sangat menyayangkan kalau sampai terjadi,” kata Adit, kemarin.
Lebih lanjut dia mengatakan, masalah penghijauan menjadi isu utama dalam hal pembangunan di Kota Hujan ini. Sebab, karena kondisi RTH Kota Bogor kini semakin berkurang dengan masifnya pembangunan.
“Untuk alasan dan kepentingan apapun, usahakan pohon tidak ditebang. Kecuali untuk kepentingan umum yang bersifat urgent,” katanya.
Terpisah, GM Mall Boxies 123 Jozarki Taruna Jaya mengatakan penebangan pohon untuk memperlebar daerah celukan tempat berhenti angkutan umum. Saat ini, pohon yang tumbuh itu menghalangi akses keluar-masuk.
“Nanti ada lima sampai enam pohon yang akan kami pindah, dengan dipindahkan pohon itu celukan bisa lebih panjang. Secara perizinan kami ajukan dan sudah disetujui, izinnya suah keluar. Kami sudah diberikan izin menebang 12 pohon. Tapi kami pertimbangkan hanya lima pohon yang akan tebang,” dalihnya.
Sementara itu, Penggiat Gerakan Tanam Pohon (GTP) menolak secara keras rencana penebangan pohon di mall boxies dengan alasan apapun.
Inisiator GTP Heri Cahyono S.Hut, MM menyampaikan, tidak ada alasan untuk menebang pohon walaupun itu untuk akses jalan, juga desain bangunan harus menyesuaikan dan menghormti keberadaan pohon.
“Kita hanya mentolerir penebangan pohon jika alasannya pohon tersebut memang sudah keropos dan mati serta berpotensi roboh, tetapi kita tidak mentolerir penebangan pohon yang sehat dengan alasan akses jalan,” tegas Heri.
Soal lalu lintas, Heri mengatakan bisa direkayasa, dengan mengorbankan pohon demi akses jalan sama saja tidak menghargai keberadaan sumber sumber kehidupan, lingkungan hidup juga aset yang dibutuhkan bagi kehidupan sebagai pabrik oksigen juga penopang kehidupan makhluk hidup yaitu pohon.
“Jika mereka lebih mementingkan keuntungan uang semata, mengejar keuntungan dengan mengabaikan lingkungan hidup ini sangat berbahaya, justru kita berkeinginan dan bermimpi agar setiap pengusaha yang beroperasi di Kota Bogor supaya punya kepedulian terhadap lingkungan dengan menghijaukan daerah daerah disekitar lokasi usahanya, memperbanyak pohon, juga mengasrikan lingkungan sekitarnya, sehingga kita merasa kecewa jika justru melakukan penebangan pohon,” tuturnya.
“Saya menyarankan kepada seluruh aktivis GTP yang setiap minggunya tak henti henti menanam pohon, agar mampu mencegah sekuat tenaga agar penebangan pohon tidak terjadi, GTP bisa melakukan pendekatan dan audiensi kepada DPRD Kota Bogor atau terhadap pemilik Mall langsung,” terangnya lagi.
Penggiat GTP sendiri berharap jangan ada pejabat yang mempunyai wewenang yang dengan mudah memberikan ijin kepada pengusaha melakukan penebangan pohon, karena itu dapat menimbulkan kerusakan kerusakan dimuka bumi.
Salah satu aktivis GTP Tato Marsito merasa ditampar oleh mereka mereka yang dengan mudah melakukan penebangan pohon.
“Kita kita yang setiap minggu menanam pohon jujur saja merasa sedih dan kecewa mendengar setiap rencana penebangan pohon,” pungkasnya.
Senada dengan penggiat GTP, politisi Fraksi PDI Perjuangan, Atty Somaddikarya menyebut
penebangan pohon tidak semudah membalikan tangan atas izin dari Dinas Perumahan dan Pemukiman (Disperumkim) Kecuali ada delegasi ke dinas dengan bekal payung hukum secara jelas semisal perwali.
“Jika pengakuan ada izin dari perumkim pada waktu hanya berlaku 14 hari kerja dan sekarang MOU tersebut sudah kadarluarsa, indikasi melanggar sudah jelas ada,” tambahnya.
Atty menegaskan peraturan daerah (perda) yang dimaksud harus seizin Walikota Bogor, dan saat ditujukan ke Dinas terkait harus ada perwali.
“Jika mengacu pada perda dan harus adanya penegakan perda penebangan pohon harus seizin walikota. Sekarang walikota Bogor akankah memberi izin dan berpihak pada para pengusaha mengorbankan pohon yang sudah ada dengan dalih akan diganti? Tidak semudah membalikan telapak tangan. Payung hukum harus seizin Walikota,” beber wanita yang akrab disapa Ceu Atty ini.
Masih kata dia, kemungkinan pohon yang diganti pun tidak dengan ukuran yang sama. Sebab, lanjut Atty, menanam pohon butuh waktu dan proses alam.
“Menanam pohon itu butuh waktu dan proses alam. Jangan sepelakan,” cetus dia.
Ceu Atty juga menegaskan gerakan dan himbauan tanam pohon selama ini digeber pemerintah sampai ke lini paling kecil pada setiap wilayah. “Ngga ada ngaruhnya dong kalau pohon yang ada ditebang dengan kepentingan kormesil tanpa melihat perda No 8 tahun 2006, yang sudah dibuat oleh DPRD. Kita gencarkan menanam pohon. Mereka malah nebang seenaknya,” pungkas Atty.