BOGOR – DPRD Kota Bogor melalui Panitia Khusus (Pansus) Raperda Sistem Pertanian Organik menampung aspirasi dari petani dan elemen masyarakat di Ruang Paripurna DPRD Kota Bogor pada Senin (27/6/2022) siang.
Raperda Sistem Pertanian Organik ini bertujuan agar pertanian masa depan yang lebih berorientasi pada kesehatan, kelestarian lingkungan, dan tentunya menaikkan nilai pertanian itu sendiri sehingga petani bisa sejahtera.
Ketua Pansus Raperda Sistem Pertanian Organik DPRD Kota Bogor, Adityawarman Adil mengatakan, pertanian organik ini sebenarnya pertanian masa depan yang lebih berorientasi pada kesehatan, kelestarian lingkungan, dan tentunya DPRD ingin menaikkan nilai pertanian itu sendiri sehingga petani bisa sejahtera. Kalau dilihat Kota Bogor sendiri lahan pertanian semakin tergerus, harapannya dalam setiap kendala pasti ada peluang.
“Kami melihat mungkin yang bisa dikembangkan bisa jadi banyak ke holtikultura atau budidaya sayur sayuran dan buah-buahan, kalau memang tanaman pangan agak sulit. Seperti tadi ada peserta bisa dengan urban farming mengembangkan produk pertanian organik bisa disuplai ke masyarakat,” katanya.
“Kami inginnya dari Raperda ini, petani yang terlibat ada semacam rangsangan buat petani untuk beralih kepada pertanian organik, mungkin ada diberikan intensif, seperti tadi salah satu komponen biaya mahal dalam pertanian organik itu sertifikasi,” ungkap Adit.
Ia berharap, DPRD bisa mengalokasikan untuk petani yang ingin bergerak dalam pertanian organik, diberikan anggaran untuk biaya sertifikasi.
“Selanjutnya pembahasan dengan DKPP, Bagian Hukum dan HAM Setdakot Bogor. Target selesai Raperda ini akhir tahun, bagi saya sangat penting masukan-masukan seperti ini sehingga perda yang kami hasilkan berkualitas dan menjawab permasalahan dimasyarakat,” pungkasnya
Sementara itu, Anggota Pansus DPRD Kota Bogor, Ade Askiah memaparkan, regulasi selama ini fokus untuk mempertahankan lahan, tetapi saat ini ketertarikan lebih ke pertanian organik.

Dampak efek positif pertanian organik yang utama adalah tidak tercemarinya tanah. Ini mungkin perda pertama di Indonesia yang mengatur pertanian organik, mudah-mudahanan dengan ini bisa menimalisir penggunaan pupuk kimia dan masyarakat bisa memanfaatkan lahan ke arah urban farming.
“Tadi ada aspirasi soal sertifikasi dan solusi untuk biaya. Memang penghasilan organik lebih lambat, untuk sertifikasi sekitar Rp5 juta pertahun. Karena produk organik harus ada SNI-nya. Kami akan bicarakan dengan dinas terkait untuk sertifikasi,” jelasnya.
“Selanjutnya akan dibahas, Karena banyak masukan dari petani dan pelaku pertanian organik. Kami akan datang ke lokasi ke Mulyaharja. Lalu, ada juga fakta dilapangan ini sayuran organik, masyarakat tertarik. Saya pribadi ragu, apakah benar-benar organik atau tidak. Harus ada pemahaman kepada masyarakat perbedaan sayuran yang organik dan non organik. Ya, yang diharapkan dari Raperda ini, sayuran sehat bisa dinikmati masyarakat Kota Bogor,” pungkasnya