Barayanews.co.id – Semrawutnya pengalihan status pengelolaan BPJS Kesehatan dari mulai pengalihan status mandiri ke Penerima Bantuan Iuran (PBI) kenaikan iuran hingga tidak validnya data peserta, membuat geram Komisi IV DPRD.
Alhasil, wakil rakyat pun memanggil direksi BPJS Kota Bogor pada Rabu (22/1/2020). Namun, pemanggilan tersebut justru berbuntut ‘pengusiran’ lantaran legislator kecewa akibat sang direktur tak hadir.
Ketua Komisi IV, DPRD Kota Bogor, Ence Setiawan mengaku kecewa lantaran aduan yang akan dipertanyakan pada pihak BPJS tidak terlontar. “Ya, kalau dibilang kecewa kita kecewa. Karena banyak pertanyaan dan aduan masyarakat yang mesti diklarifikasi,”
Ence menuturkan, tujuan pemanggilan tersebut lantaran dewan ingin meminta data terkait peserta PBI di Kota Bogor.
Sebab, lanjut dia, dari kuota 210 ribu, ada 19 ribu orang yang belum terakomodir dalam BPJS PBI.
“Kami ingin tahu, kenapa sampai belum terakomodir. Sedangkan slotnya kan banyak,” katanya.
Politisi PDI Perjuangan itu menduga belum terakomodirnya 19 ribu orang menjadi peserta PBI akibat sulitnya perubahan status dari BPJS mandiri ke PBI.
“Apa faktor penyebabnya, apakah karena birokrasi yang berbelit-belit atau bagaimana sehingga masyarakat kesulitan mengubah status,” tegasnya.
Selain itu, masyarakat pun merasa keberatan akibat kenaikan iuran BPJS. Pihaknya, ingin menjadwal ulang pemanggilan direksi pengelola jaminan kesehatan itu.
“Makanya kami minta untuk menjadwal ulang pemanggilan direksi BPJS. Kami kan butuh penjelasan direksi,” ungkap Ence.
Sementara itu, Anggota Komisi IV, Saeful Bakhri mengatakan bahwa data peserta yang dikelola BPJS tidak valid. Contohnya, ada salah satu warga Blok Paku, Kecamatan Bogor Utara, Otih disebut meninggal dunia. Padahal, perempuan kelahiran tahun 1939 masih sehat walafiat. “Ini kan aneh, orang masih hidup disebut meninggal. Apa karena tak mau terbebankan dengan PBI,” ucap dia.
Saeful mengatakan bahwa kesemrawutan data BPJS, akibat adanya kesimpangsiuran data antara Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) dan BPJS. “NIK-nya ada di Disdukcapil, tapi di sistem BPJS tidak ada,” katanya.
Politisi PPP ini menyatakan bahwa untuk menyelesaikan permasalahan kesimpangsiuran data, diperlukan sinergitas antara kelurahan sebagai ujung tombak verifikator, Dinas Sosial (Dinsos) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) yang merupakan leading sektor sekaligus eksekutor.
“Hal inilah yang harus menjadi perhatian khusus. Jangan ada faktor like dan dislike dalam mendata peserta PBI,” katanya.